Dengan muka memelas mereka menyusuri jalan-jalan Jakarta
yang berdebu. Menadahkan tangan meminta sedekah. Sebagian tampil dengan anggota
tubuh tak lengkap, sebagian lagi membawa bayi mungil yang dekil dalam
gendongan. Penampilan para pengemis itu mengundang iba. Selembar seribu atau
dua ribuan dengan ikhlas direlakan para dermawan untuk mereka.
Benarkah para pengemis yang setiap hari lalu lalang itu
hidup menderita? Ternyata tidak semua.
Petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menemukan fakta
mengejutkan. Dalam sehari, pengemis di Jakarta bisa mengantongi penghasilan
sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. Satu hari Rp 1 juta, kalikan 30 hari. Pengemis ini bisa
dapat Rp 30 juta per bulan. Bermodal perkusi dari tutup botol, anak-anak
jalanan mengantongi Rp 12 juta lebih. Maka silakan bandingkan dengan gaji
manajer di Jakarta. Gaji manajer di Jakarta rata-rata berkisar Rp 12 hingga 20
jutaan. Gaji pemimpin cabang sebuah bank rata-rata Rp 16 juta. Sementara Kepala
Divisi Rp 20 juta.
Untuk fresh graduate atau sarjana yang baru lulus dan tak
punya pengalaman kerja. Kisaran gajinya Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Jika
beruntung, ada perusahaan yang mau memberi hingga di atas Rp 4 juta. Tapi
sangat jarang. Luar biasa memang. Gaji seorang manajer kalah oleh pengemis.
Teller bank yang selalu tampil cantik dan modis, gajinya hanya sepertiga anak
jalanan yang bermodal tampang memelas.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/penghasilan-pengemis-di-jakarta-lebih-besar-dari-manajer.html
Itulah fakta yang ada di kota besar di Indonesia, khususnya
di Ibukota. Jakarta yang sudah memiliki segudang permasalahan masih harus
ditambah dengan maraknya pengemis dan pengangguran yang biasanya berasal dari desa-desa
di seluruh Indonesia. Berbekal
pengetahuan yang minim dan keterampilan yang kurang memadai mengakibatkan
mereka terpaksa untuk mencari nafkah dengan cara lain, salah satunya mengemis. Namun
ada yang lebih parah lagi, mereka yang dari luar daerah sengaja datang ke Kota
metropolitan ini dengan niat untuk menjadi pengemis melihat kesuksesan yang
sudah diraih oleh pengemis lain. Tua, muda, anak-anak, laki-laki maupun perempuan semuanya berhamburan di jalanan menengadahkan tangan mereka mengharapkan pemberian dari orang lain.
Dengan penghasilan yang dibilang fantastis tadi tentunya
membuat mereka tak bisa lepas dari pekerjaan ini. Pekerjaan yang tidak
membutuhkan keterampilan namun memperoleh penghasilan yang menjanjikan.
Namun, apa jadinya bangsa ini jika hal ini terus dibiarkan. Akan
jadi apa generasi penerus bangsa ini, jika mereka memiliki mental seorang
pengemis. Mereka yang hanya mau meminta-minta tanpa mau bekerja keras. Mereka memang adalah orang-orang miskin, namun bukan miskin secara ekonomi namun mental merekalah yang miskin, mental peminta-minta. Kapan
bangsa ini dapat dikatakan merdeka jika faktanya pengemis di berbagai kota
besar semakin meningkat. Apakah ini yang dinamankan sejahtera?
Fenomena ini cukup mengiris hati saya, saya merindukan
adanya perubahan bagi bangsa ini. Saya rindu generasi muda memiliki mental
pejuang, bekerja keras untuk meraih mimpi bukan menjadi seorang yang
bermalas-malasan dan mengandalkan pemberian orang lain untuk menyambung
hidupnya.
4 comments:
wah meli kalo mau komen di blog anda kok susah ya, nunggu dulu gak langsung ada tempat komennya tinggal publis.
jadi yang mana yang lebih enak? pengemis atau manager ya?
kalau saya maunya si jadi manager yang berpura-pura jadi pengemis biar dapet duit banyak banget daripada korupsi??
Buset, bener-bener baru tauk.. Parah bener, bagaimana mengatasi ketimpangan inikah?
Post a Comment