Time:

relojes web website clock

Thursday 28 November 2013

Penghasilan Pengemis di Jakarta lebih Besar dari Manajer



Dengan muka memelas mereka menyusuri jalan-jalan Jakarta yang berdebu. Menadahkan tangan meminta sedekah. Sebagian tampil dengan anggota tubuh tak lengkap, sebagian lagi membawa bayi mungil yang dekil dalam gendongan. Penampilan para pengemis itu mengundang iba. Selembar seribu atau dua ribuan dengan ikhlas direlakan para dermawan untuk mereka.

Benarkah para pengemis yang setiap hari lalu lalang itu hidup menderita? Ternyata tidak semua.
Petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menemukan fakta mengejutkan. Dalam sehari, pengemis di Jakarta bisa mengantongi penghasilan sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. Satu hari Rp 1 juta, kalikan 30 hari. Pengemis ini bisa dapat Rp 30 juta per bulan. Bermodal perkusi dari tutup botol, anak-anak jalanan mengantongi Rp 12 juta lebih. Maka silakan bandingkan dengan gaji manajer di Jakarta. Gaji manajer di Jakarta rata-rata berkisar Rp 12 hingga 20 jutaan. Gaji pemimpin cabang sebuah bank rata-rata Rp 16 juta. Sementara Kepala Divisi Rp 20 juta.

Untuk fresh graduate atau sarjana yang baru lulus dan tak punya pengalaman kerja. Kisaran gajinya Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Jika beruntung, ada perusahaan yang mau memberi hingga di atas Rp 4 juta. Tapi sangat jarang. Luar biasa memang. Gaji seorang manajer kalah oleh pengemis. Teller bank yang selalu tampil cantik dan modis, gajinya hanya sepertiga anak jalanan yang bermodal tampang memelas.


Itulah fakta yang ada di kota besar di Indonesia, khususnya di Ibukota. Jakarta yang sudah memiliki segudang permasalahan masih harus ditambah dengan maraknya pengemis dan pengangguran yang biasanya berasal dari desa-desa di seluruh Indonesia.  Berbekal pengetahuan yang minim dan keterampilan yang kurang memadai mengakibatkan mereka terpaksa untuk mencari nafkah dengan cara lain, salah satunya mengemis. Namun ada yang lebih parah lagi, mereka yang dari luar daerah sengaja datang ke Kota metropolitan ini dengan niat untuk menjadi pengemis melihat kesuksesan yang sudah diraih oleh pengemis lain. Tua, muda, anak-anak, laki-laki maupun perempuan semuanya berhamburan di jalanan menengadahkan tangan mereka mengharapkan pemberian dari orang lain.

Dengan penghasilan yang dibilang fantastis tadi tentunya membuat mereka tak bisa lepas dari pekerjaan ini. Pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan namun memperoleh penghasilan yang menjanjikan. 

Namun, apa jadinya bangsa ini jika hal ini terus dibiarkan. Akan jadi apa generasi penerus bangsa ini, jika mereka memiliki mental seorang pengemis. Mereka yang hanya mau meminta-minta tanpa mau bekerja keras. Mereka memang adalah orang-orang miskin, namun bukan miskin secara ekonomi namun mental merekalah yang miskin, mental peminta-minta. Kapan bangsa ini dapat dikatakan merdeka jika faktanya pengemis di berbagai kota besar semakin meningkat. Apakah ini yang dinamankan sejahtera?

Fenomena ini cukup mengiris hati saya, saya merindukan adanya perubahan bagi bangsa ini. Saya rindu generasi muda memiliki mental pejuang, bekerja keras untuk meraih mimpi bukan menjadi seorang yang bermalas-malasan dan mengandalkan pemberian orang lain untuk menyambung hidupnya.


4 comments:

harlyan octora said...

wah meli kalo mau komen di blog anda kok susah ya, nunggu dulu gak langsung ada tempat komennya tinggal publis.

Unknown said...

jadi yang mana yang lebih enak? pengemis atau manager ya?

harlyan octora said...

kalau saya maunya si jadi manager yang berpura-pura jadi pengemis biar dapet duit banyak banget daripada korupsi??

Unknown said...

Buset, bener-bener baru tauk.. Parah bener, bagaimana mengatasi ketimpangan inikah?